‘Old Shatterhand’ Cilik dari Rancabentang

Old Shatterhand Cilik dari Rancabentang, Teddy Kardin Cilik, The Shadow Knight, Alexander Mering


Oleh : Alexander Mering

Komplek perumahan yang ditempati keluarga Kardin terletak di atas bukit, di kawasan Ciumbuleuit. Ketinggiannya tak kurang dari 880 mdpl. Sehingga setiap pulang sekolah dari Kota Bandung, Teddy harus jalan menanjak. Jaraknya hanya sekitar 6 km dari sekolah Teddy, SDN 001 Merdeka. Di rumah inilah Teddy dan 8 saudaranya dibesarkan.

Teman-teman Teddy menyebut tempat itu bundaran, karena dulu memang ada tempat untuk kendaraan roda dua atau roda empat berputar sebelum berbalik arah di Jalan Rancabentang. Kondisi geografis yang demikian turut membentuk fisik Teddy.

Walau pun kerap diantar-jemput oleh ayahnya ke sekolah naik mobil dinas, tapi Teddy kecil lebih sering memilih pulang berjalan kaki ke Ciumbuleuit. Ketika ayahnya memarkir mobil di depan sekolah untuk menjemputnya, Teddy langsung bersembunyi. Nanti setelah ayahnya sudah bosan menunggu dan pergi, barulah ia keluar dan berjalan pulang sambil berlomba lari dengan teman-temannya menuju rumah. 

Apabila tidak sedang ada pekerjaan rumah (PR) dari guru, sore hari, Teddy bersama teman-teman sebayanya keluyuran ke hutan, bahkan jalan kaki sampai ke Lembang untuk mencari jangkrik aduan.

Untuk itu mereka meretas hutan pinus dan semak-semak, berjalan menanjak selama 1 jam untuk sampai ke tujuan. Belakangan jalan tersebut telah diaspal lewat program ABRI masuk Desa (AMD[1]) seperti yang diusulkan ayah Teddy.

Teman akrab Teddy yang paling sering menenaminya mencari jangkrik adalah Agus Wirahadikusumah[2] dan Tengku Rachmat Achmadsyah (Ade). Ade adalah teman berkelahi Teddy sekaligus rekan mencari jangkrik. Selain bertetangga, tahun dan tanggal lahir Ade sama dengan Teddy, jadilah keduanya sahabat karib.

Suatu sore Ade terlibat perkelahian melawan anak tetangga. Bak seorang pahlawan Teddy pun tampil membela. Tapi lawannya sama sekali tak gentar. Sebab postur tubuh Teddy yang masih SD lebih kecil. Teddy yang punya nyali macan, membentak duluan.

“Hoooi, sini lawan gua saja!”

“Hahaha..., mau cari mati lu?”

“Aaah. Banyak bacot lu, ayo!”

“Mentang-mentang anak tentara, belagu lu!” 

“Buuugh!”

“Aduuuh…!”

Belum selesai lawannya bicara, tiba-tiba saja bogem mentah Teddy sudah mendarat telak di wajahnya. Diserang mendadak seperti itu tentu saja lawannya tak sempat mengelak. Bocah bongsor itu terhuyung ke belakang sambil meraba benjolan di jidat. Belum lagi sempat mengatur keseimbangan, Teddy sudah melabraknya lagi dengan beringas.

Sejak SD Teddy memang sudah terkenal gemar berkelahi. Nyaris tak ada prestasi akademik di sekolah yang dapat ia banggakan, selain teman-temannya menjadi segan dan takut oleh perangainya yang hobi berkelahi. Teddy kecil tambah jumawa.

Di lain waktu Teddy membayangkan dirinya adalah sosok Old Shatterhand,[3] seorang pengembara Jerman di tanah wild west, Amerika Serikat, yang memiliki tinju sekuat baja.

Meskipun hobi berkelahi Teddy kecil juga senang membaca. Salah satu komik bergambar kegemarannya adalah Petualangan Winnetou, sahabat Old Shatterhand. Maka dari itu setiap ada perkelahian Teddy selalu tampil. Barangkali karena dirinya anak tentara, maka tanpa sadar membuat ia merasa selalu ada backingan.  

Akibat hobi Teddy itu Soekaeni jadi kerepotan. Ia jadi sering bolak-balik ke sekolah, dipanggil guru karena perangai putranya tersebut. Antara jengkel dan sedih, Soekaeni bertanya kepada Teddy.

“Ted, sini kamu.”

“Ya, Mam.”

“Mami mau tanya. Apa sih enaknya berantem?”

“Eee, tak ada sih Mam.”

“Kan cuma bikin malu saja. Mami yang bolak-balik dipanggil ke sekolah gara-gara ulahmu.”

“Ya, Mam.”

“Bobot pangayun timbang taraju,[4] Ted!”

“Ya, Mam.”

“Apanya yang ya….?”

Teddy tak menjawab lagi. Ia hanya menundukkan wajah, memandang lantai rumah yang berwarna abu-abu. Tak berani ia memandang wajah sang ibu. Apalagi tadi pagi di sekolah, ia baru saja menendang selangkangan temannya yang baru saja selesai bersunat. Soekaeni menggeleng-gelengkan kepala. 

Kardin dan Soekaeni memiliki 9 putra-putri, secara berturut-turut yaitu Mohamad Kosim Kardin, Kusnadi Kardin, Pipin Supini Kardin, Sutadi Kardin (Teddy), Tatang Sutandar Kardin (alm), Neni Kurniati Kardin, Darjat Kardin, Ine Sukardini Kardin (almh) dan Leli Poniwati Kardin.

Tapi hanya Teddy yang tampak berbeda dibanding 8 saudara-saudarinya di rumah. Terkadang Soekaeni tak habis pikir mengapa hanya Teddy yang karakternya lain sama sekali. Hobi sekali berkelahi!

Di satu sisi Kardin melarang anak-anaknya yang lain terlibat keributan, apalagi sampai berkelahi. Sebaliknya kepada Teddy ia malah membiarkan, bahkan kerap ‘mensponsori’. Karena itulah Soekaeni menjadi serba salah. Ia melarang Teddy berkelahi, tetapi sang ayah sebaliknya, kerap menyeret Teddy muda dalam keributan. 



[1] Program ini dimulai pada tahun 1980 dan pada saat reformasi bergulir sebutannya menjadi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).
[2] Agus Wirahadikusumah kelak menjadi perwira tinggi militer Indonesia berpangkat Letnan Jenderal TNI (Purn) dan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad).
[3] Adalah tokoh fiktif, saudara sedarah Winnetou – Ketua Suku Indian Apache Mescalero (yang juga fiktif) dalam komik bergambar yang diadaptasi dari novel karangan Karl May (1842-1912). 
[4] Berasal dari pepatah Sunda, yang jika diterjemahkan bebas artinya: apa yang dilakukan harus dipertimbangkan.

LihatTutupKomentar
Cancel