Masa Kecil Teddy Kardin: Daendels, Bandung dan Keluarga Kardin

Alexander Mering, Dessy Rizki, The Shadow Knight, Rancabentang, sejarah Badung, Daendels, R.A Wiranatakusuma II, rumah Teddy Kardin

Rumah masa kecil Teddy Kardin. Dok. Dessy Rizki
Rumah masa kecil Teddy Kardin. Dok. Dessy Rizki

By Alexander Mering

Suatu hari usai peresmian jembatan Cikapundung, Bupati R.A Wiranatakusuma II mengajak Herman Willem Daendels[1] berjalan ke arah Timur. Saat tiba di suatu tempat (di depan Kantor Dinas PU, Jl. Asia Afrika saat ini) Daendels tiba-tiba berhenti. Ia menancapkan tongkatnya ke tanah sambil berkata kepada R.A Wiranatakusuma II.

“Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!”[2] 

Sang bupati tak berani membantah. Tak hanya karena kerajaan Mataram Islam sudah menyerahkan sebagian wilayah Priangan kepada VOC pada akhir 1677, tetapi juga karena pria yang sedang berbicara kepadanya itu adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Daendels saat itu tengah membangun proyek Jalan Poros Anyer – Panarukan.

Sang gubernur rupanya tak cuma pasang omong, ia juga mengeluarkan surat tertanggal 25 Mei 1810 yang intinya minta bupati segera memindahkan kotanya ke dekat jalan raya poros yang tengah dibangunnya itu. 

Maka jadilah dataran yang dibelah oleh Sungai Cikapundung dari arah utara ke selatan itu menjadi sebuah kota tempat peristirahatan para pengusaha perkebunan Belanda di wilayah Priangan. Padahal sebelum R.A Wiranatakusuma II memindahkannya ke lokasi yang dipilih Daendels, konon Kota Bandung zaman baheula—tak lebih dari sebuah pemukiman kecil di daerah Krapyak bagian selatan, sebuah kawasan yang kerap terendam banjir Sungai Citarum. 

Waktu dipindahkan ke lokasi baru, Bandung pun masih seperti kota tradisional pada umumnya masa itu, yaitu bangunan pendopo kabupaten, masjid, balai kota atau paseban dan alun-alun lengkap dengan pohon beringin di tengahnya. Sebuah peradaban yang menyeruak di tengah-tengah lembah, di antara deretan punggung pegunungan berbentuk mangkuk raksasa, yang terletak di tengah-tengah Provinsi Jawa Barat.

Namun seiring waktu, kota baru tersebut terus bertumbuh menjadi kota penghasil produk perkebunan dan tempat weekend town yang ramai dikunjungi para pelancong. Apalagi saat Belanda membuat kebijakan ekonomi terbuka di tahun 1880-1905 untuk wilayah Priangan yang diikuti penetapan Bandung sebagai gemeente[3] tahun 1906, Kota Bandung kemudian benar-benar menjadi magnet.

Beragam sarana dan prasarana pun dibangun Belanda di sana. Mulai dari lembaga riset, tempat hiburan, hingga taman-taman bunga yang membuat kota menjadi semakin indah dan semarak. Itulah sebabnya Bandung di kemudian hari dijuluki kota Kembang.

Di kota inilah Technische Hoogeschool te Bandoeng–TH Bandung (sekarang kita kenal sebagai Institut Teknologi Bandung–ITB) berdiri, yaitu sebuah perguruan tinggi teknik pertama di Indonesia yang mencetak banyak insinyur terkemuka di negeri ini kelak.

Kota Bandung kemudian pun menjadi kota yang bersejarah. Tak hanya bagi Indonesia tetapi juga dunia. Karena di tempat inilah Konferensi Asia-Afrika pernah digelar (1955) untuk menyerukan semangat anti kolonialisme. Bahkan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dalam pidatonya di konferensi itu mengatakan bahwa Bandung adalah ibu kotanya Asia-Afrika.  

Meskipun banyak sekali peristiwa yang melanda kota ini, setelah 35 tahun pasca digelarnya konferensi Asia-Afrika, kota Bandung dinobatkan sebagai salah satu kota paling aman di dunia versi survei Majalah Time tahun 1990.

Terdapat fasilitas penting lainnya yang dibangun Belanda sebelum kemerdekaan, termasuk sejumlah rumah bagi para pekerja perkebunan yang terletak di wilayah dataran tinggi Ciumbuleuit yang sejuk. Salah satunya adalah rumah yang kemudian hari ditempati oleh keluarga ME Kardin Sargani, setelah Belanda minggat.

Bangunannya terbuat dari beton kokoh, dengan 4 kamar dan ruang makan yang luas. Bumbungan atapnya terbuat dari atap sirap kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) dari Kalimantan, menjulang tinggi seperti model rumah-rumah Eropa abad pertengahan.

Belanda sebenarnya tidak rela Kota Bandung jatuh ke tangan Indonesia yang baru saja merdeka. Maka NICA[4] Belanda yang dibantu pasukan sekutu melakukan agresi militer ke Bandung. Hal ini menyebabkan rakyat marah. Bersama Tentara Republik Indonesia (TRI) mereka membakar kota sehingga terjadilah peristiwa bersejarah yang di kemudian hari disebut Bandung Lautan Api.

Pada saat peristiwa itu terjadi, Kardin muda baru setahun bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).  Matanya menyala-nyala penuh emosi. Bersama para pemuda ia memerahkan kota dengan nyala api. Asap pun membumbung tinggi sampai ke langit.

Di kota itulah Teddy lahir. Tepatnya 11 Maret 1951, persis 15 tahun sebelum Presiden Soekarno kononnya menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yaitu surat yang menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama (Orla) di bawah pimpinan Presiden Soekarno ke Orde Baru (Orba) yang dipimpin Jenderal Soeharto.

Teddy juga besar di Kota Bandung. Tumbuh dalam dinamika pergolakan budaya, sosial politik dan sejarah kota tersebut, yaitu kota berjuluk Parijs van Java[5] yang dihiasi banyak taman bunga serta senyuman para Mojang Priangan[6]  yang manis-manis.

Sebelum tidur Teddy kecil sering mendengar dongeng menarik yang diceritakan Onok Soekaeni, ibunya. Selain kisah-kisah populer pada zaman itu, Soekaeni juga menceritakan cerita rakyat yang berisi pengajaran dan nasihat para leluhur, yaitu dongeng dan legenda dari zaman baheula yang dipercayai benar-benar pernah terjadi di bumi Pasundan.

Mulai dari kisah Dayang Sumbi yang menikah dengan anjingnya yang bernama Tumang[7] hingga cerita sayembara yang dibuat Empu Sakti bernama Wisesa sebagai cikal bakal terjadinya Kota Bandung. Tak ketinggalan cerita si Kabayan yang lucu dan dongeng cinta Lutung Kasarung. Terkadang Teddy bermimpi dalam tidurnya menjadi salah satu tokoh dari dongeng-dongeng tersebut.


[1] Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang memerintah antara tahun 1808 – 1811.

[2] Bahasa Belanda yang jika diterjemahkan bebas berarti: Usahakan bila aku datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun!”

[3] Kata ini dalam bahasa Belanda yang merupakan istilah ilmu tata negara yang artinya kurang lebih bisa diterjemahkan sebagai "kotamadya" di dalam Bahasa Indonesia.

[4] Singkatan dari Nederlands Indie Civil Administration.

[5] Parijs van Java untuk Kota Bandung kali pertama dipopulerkan oleh orang-orang Belanda. Menurut sejarawan Haryoto Kunto, istilah itu muncul dari seorang pedagang berdarah Belanda keturunan Yahudi bernama Roth.

[6] Mojang Priangan artinya adalah gadis dari daerah Priangan atau Sunda, tetapi secara khusus sering diartikan sebagai gadis Bandung.

[7] Tokoh mitologi dalam legenda asal usul Gunung Tangkuban Perahu.

LihatTutupKomentar
Cancel