Wabah Campak di Ketipun Raya

Teddy Kardin, The Shadow Knight, Ketipun Raya

Teddy bersama warga Kalimantan
Teddy bersama warga Kalimantan. Photo arsip TK


Oleh : Alexander Mering

Teddy tak hanya suka berpetualang, ia juga jatuh cinta pada hutan dan kehidupan teman-temannya orang-orang Dayak yang telah menjadi keluarganya di Kalimantan. Karena itu Teddy tak segan-segan langsung bertindak jika ada yang membutuhkan pertolongan. Apalagi jika yang sakit itu para karyawan yang bekerja membantunya di lapangan. 


Suatu hari Teddy terbang dengan heli dari Balikpapan ke basecamp-nya di Tumbang Jojang, sebuah kampung terpencil  dalam kawasan Kecamatan Murung Raya,[1] Kalimantan Tengah. Jika ditarik garis lurus, jaraknya memang sekitar 300 km lebih dari Balikpapan. Tapi lewat jalur darat atau sungai, butuh berhari-hari untuk sampai ke Tumbang Jojang. 

Cuaca sedang cerah hari itu. Tapi alangkah terkejutnya Teddy saat tiba di kampung itu, separuh warganya sudah tergeletak di tempat tidur dengan ruam-ruam hampir sekujur tubuh. Beberapa disertai gejala demam tinggi, pilek, disertai batuk berdahak dan mata merah.

Pada anak-anak bahkan terdapat bintik-bintik koplik. Akibatnya para pekerja yang mereka rekrut dari kampung tersebut tak ada yang bisa bekerja. Wabah yang menular tersebut bahkan telah membuat sejumlah pekerja mereka jatuh sakit. Teddy panik. 

“Gawat….” kata Teddy kepada pilot heli. 
“Ada apa pak?”
“Ada sampar…..”
“Waduh!”
“Kita tak mungkin bekerja. Karyawan sakit semua.”
“Bahaya, kita juga bisa tertular.”
“Ya…..”
“Bagaimana dong? Apa kita cabut aja?”
“Cabut muke lu!!”
“Saya takut ketularan, Pak…”
“Dasar….! Ayo kita cari dokter.”
“Mau nyari di mana di tempat seterpencil ini?”
“Makanya kita cari pakai heli!”
“Tapi Pak….”
“Tapi apa?”
“Saya tak berani…..”
“Ini darurat. Izin belakangan!”

Teddy bicara sambil melotot. Nyali sang pilot langsung ciut. Ia terpaksa melanggar Standard Operating Procedure (SOP) perusahaan. Namun kalau warga tak segera mendapat pertolongan dokter, maka akan banyak nyawa yang berakhir di liang lahat. Lagi pula mana mungkin mereka bisa bekerja jika semua karyawan dalam keadaan sakit.

Teddy terlihat sedih. Tak hanya karena ia butuh karyawan yang membantu pekerjaannya, tetapi juga karena hati nuraninya terpanggil, ingin membantu orang-orang Dayak yang hidupnya sedang sekarat. Beberapa di antaranya bahkan sudah sangat payah. 

Hari itu juga Teddy dan pilot berangkat mencari dokter dan obat-obatan. Mula terbang ke Datah Bilang, lalu ke Balikpapan. Tapi zaman itu mencari dokter yang bersedia ke pedalaman sangatlah sulit, hampir sama sulitnya mencari jarum dalam jerami.

Untunglah masih ada seorang dokter di Putussibau (Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat) yang bersedia membantu. Kabupaten Kapuas Hulu bertetangga dengan Kecamatan Murung Raya. Namun jika ditempuh lewat perjalanan darat bisa berbulan-bulan baru sampai tujuan.  

Sang dokter tak keberatan, asal pulang-pergi menggunakan heli. Syukurlah dokternya cukup berpengalaman. Semua penderita campak langsung diberi obat. Teddy lega, tetapi akibatnya ia langsung dipanggil menghadap ke kantor Elf Aquitaine di Jakarta.

Bosnya yang adalah seorang lelaki Prancis berperawakan tinggi besar dengan rambut putih murka. Namanya Jean Bailly, yaitu Exploration Manajer Elf Aquitaine Indonesia. Bailly menanti Teddy dengan muka masam. Begitu masuk ruangan Teddy langsung kena damprat.

“Mengapa kamu pakai heli sampai 10 jam!? Sedangkan jatah kamu terbang hanya 5 jam.”

Teddy keki. Ia tak segera menjawab pertanyaan bosnya tersebut. Ia tahu dirinya salah, telah melanggar SOP perusahaan.

“Saya mencari dokter, Sir...”
“Tapi kan bisa minta izin dahulu ke kantor pakai radio?!”
“Yes, Sir. Tapi Bahasa Inggris saya jelek…”
“Alasan saja!”
“Saya salah. Maafkan saya. Saya lakukan itu juga untuk perusahaan, karena kalau karyawan tak ada yang bekerja, perusahaan juga rugi bukan? Soal heli bukankah dipakai atau tak dipakai pun tetap dibayar sewanya 60 jam sebulan?”
“Hmmm.”
“Begini saja, Sir. Kelebihan waktu pemakaian heli lima jam bukan? Gaji saya yang belum dibayarkan oleh perusahaan juga 5 bulan. Nah, potong saja dari gaji saya untuk mengganti kelebihan pemakaian heli. Apakah cukup? Saya juga izin pamit, terhitung hari ini saya berhenti dari Elf…..”

Mr. Bailly kaget. Ia tak menduga kalau geolog pribumi itu sangat gentleman dan berani. Teddy juga bersikap kesatria, tak hanya sekadar meminta maaf, tetapi juga telah mengambil tanggung jawab atas keputusannya. Lagi pula inisiatif yang Teddy lakukan waktu itu tidaklah merugikan perusahaan, melainkan hanya prosedur administrasinya saja yang kurang tepat. Mr Bailly semakin respek pada geolog tersebut. 

“Oh no, no…. Tidak, tidak! Kamu tidak boleh berhenti. Gaji kamu saya naikkan menjadi 4.000 dolar sebulan!”

Kali ini giliran Teddy yang kaget. Sebenarnya ia ingin mengundurkan diri agar tidak keduluan dipecat si bule.  Gengsi dong kalau sampai geolog ITB menyandang status dipecat! Tetapi yang sungguh di luar dugaannya adalah gajinya malah dinaikkan dari USD 3000 menjadi USD 4000 per bulan. Artinya sejak hari itu, gajinya bertambah USD 1000 tiap bulan! 

 “…and gaji kamu juga tidak perlu dipotong!”
“Waah, terima kasih banyak, Sir,” ujar Teddy dengan senyum paling lebar. Tiba-tiba saja pagi Kota Jakarta terasa begitu indah!  


[1] Tahun 2002 dimekarkan dari Kabupaten Barito Utara menjadi kabupaten Murung Raya dengan luas wilayah 23.700 km²

LihatTutupKomentar
Cancel